Master

Beli sekarang dengan PayPal

KIRIM

KARYA SOSIAL MASYARAKAT

KANTOR BERITA NASIONAL

ASAL USUL SULANG SILIMA PAKPAK

ASAL USUL SULANG SILIMA PAKPAK : Dr. Ir. Eddy Keleng Ate Berutu MA., ChFC, CFP : SUKU Pakpak, Sumatera Utara

DAIRI ( KBNLIPANRI ONLINE )

Suku Pakpak merupakan suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di Sumatera Utara. Secara tradisional wilayah komunitasnya disebut tanoh Pakpak. Tanoh Pakpak terbagi atas sub wilayah yakni: Simsim, Keppas, Pegagan (Kab Dairi), Kelasen (Kec. Parlilitan – Humbahas) dan Kec. Manduamas (Tapteng) Serta Boang (Aceh Singkel).

Dalam administratif di  5 Kabupaten, yakni: Kab Pakpak Bharat, Kab Dairi, Kab Humbang Hassundutan, Kab Tapanuli Tengah (Sumatera Utara) dan Kab Singkel (NAD). Maka sejak di bentuknya Kabupaten Pakpak Bharat maka penduduknya boleh dikategorikan homogen dan walaupun tanoh Pakpak tersebut secara wilayah administratif terpisah, namun secara geografi tidak terpisah satu sama lain karena berbatasan langsung walaupun hanya bagian bagian kecil dari wilayah kabupaten tertentu, kecuali Kabupaten Pakpak Bharat menjadi sentra utama orang Pakpak.

 
Kesatuan komunitas terkecil yang umum di kenal hingga saat ini disebut Lebuh dan Kuta. Lebuh merupakan bagian dari Kuta yang di huni oleh klen kecil sementara kuta adalah gabungan dari lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klen besar (marga) tertentu. Jadi setiap lebuh dan kuta dimiliki oleh klen atau marga tertentu dan dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga tertentu dikategorikan sebagai pendatang.

Selain itu orang Pakpak menganut prinsip Patrilineal dalam memperhitungkan garis keturunan dan pembentukan klen (kelompok kekerabatan)nya yang disebut marga. Dengan demikian berimplikasi terhadap sistem pewarisan dominan diperuntukkan untuk anak laki-lakisaja. Bentuk perkawinannya adalah eksogami marga, artinya seseorang harus kawin diluar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat karena dikategorikan sebagai sumbang (incest)

Dalam kajian-kajian yang ada Pakpak sering dikelompokkan menjadi sub etnis Batak, tetapi dalam artikel ini digunakan konsep masyarakat Pakpak karena istilah Batak terlalu umum atau general pada hal substansi kebudayaannya berbeda satu sama lain.

Sejarah Perkembangan dan Persebaran Kelompok Suku Bangsa Pakpak



Belum ditemukan bukti yang otentik dan pasti tentang asal usul dan sejarah persebarang orang Pakpak. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan beberapa variasi.

Pertama dikatakan bahwa orag Pakpak berasal dari India selanjutnya masuk ke pedalaman dan beranak pinak menjadi orang Pakpak.

Versi lain menyatakan orang Pakpak berasal dari etnis Batak Toba dan yang lain menyatakan orang Pakpak sudah ada sejak dahulu. Mana yang benar menjadi relatif karena kurang didukung oleh fakta-fakta yang objektif.

Alasan dari India misalnya hanya didasarkan pada adanya kebiasaan tradisional Pakpak dalam pembakaran tulang-belulang nenek moyang dan Barus sebagai daerah pantai dan pusat perdagangan berbatasan langsung dengan tanoh Pakpak.

Alasan Pakpak berasal dari Batak Toba hanya adanya kesamaan struktur sosial dan kemiripan nama-nama marga. Sedangkan alasan ketiga yang menyatakan dari dahulu kala sudah ada orang Pakpak hanya didasarkan pada folklore di mana diceritakan adanya tiga zaman manusia di Tanoh Pakpak, yakni zaman Tuara (Manusia Raksasa), zaman si Aji (manusia primitif) dan zaman manusia (homo sapien).

Berdasarkan dialek dan wilayah persebarannya, Pakpak dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian besar yakni: Pakpak Simsim, Pakpak Keppas, Pakpak Pegagan, Pakpak Boang dan Pakpak Kelasen (Coleman, 1983; Berutu, 1994). Masing-masing sub ini dibedakan berdasarkan hak ulayat marga yang secara administratif tidak hanya tinggal atau menetap di wilayah Kabupaten Dairi (sebelum dimekarkan), tetapi ada yang di Aceh Singkil, Humbang Hasundutan (sebelum dimekarkan dari Tapanuli Utara) dan Tapanuli Tengah.

Marga-marga Pakpak yang termasuk Pakpak Simsim, misalnya: marga Berutu, Padang, Bancin, Sinamo, Manik, Sitakar, Kebeaken, Lembeng, Cibro, dan lain-lain. Marga Pakpak Keppas misalnya: marga Ujung, Capah, Kuda diri, Maha dan lain-lain. Marga Pakpak kelasen misalnya: Tumangger, Tinambunen, Kesogihen, Meka, Maharaja, Ceun, Mungkur dan lain-lain. Marga Pakpak Boang, misalnya: Saraan, Sambo, Bacin dan lain-lain.

Sejarah Suku Pakpak & Adat istiadat

Nintura berasal dari kata manusia raksasa (NTUARA),Similang ilang berasal dari india..

Sini haji, berasal dari bangsa arab memasuki wilayah pulau jawa yang di sebut dengan wali songo memasuki barus terus turun ke wilayah ulayat pakpak.



Diceritakan dalam sejarah, bahwa asal-usul Suku Pakpak adalah dari India Selatan yaitu dari India Tondal yang kemudian menetap di Muara Tapus dekat Kota Barus lalu berkembang di tanah Pakpak dan kemudian menjadi suku Pakpak.

Pada dasarnya nenek moyang suku Pakpak ini sudah mempunyai marga sejak dari negeri asal mereka, namun kemudian membentuk marga baru yang tidak jauh berbeda dari marga aslinya.

Suku Pakpak tersebar di beberapa daerah. Secara administratif masyarakat Pakpak tersebar di dua Provinsi dan beberapa Kabupaten, yang dikenal dengan sebutan Suak atau Lebbuh. Wilayah Pakpak terbagi menjadi 5 suak yaitu : Suak Simsim, Suak Kelasen, Suak Keppas, Suak Pegagan dan Suak Boang. Suak Simsim terletak di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat, Suak Keppas dan Suak Pegagan terletak di wilayah Kabupaten Dairi, Suak Kelasen menetap di wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Tapanuli Tengah khususnya Kecamatan Barus, dan Suak Boang secara administratif terletak di wilayah Kabupaten Singkil dan Kota Subulussalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Tidak semua orang Pakpak orang Pakpak berdiam di tanah Pakpak, namun mereka juga berdiaspora, meninggalkan negerinya dan menetap di daerah baru. Sebagian tinggal di tanah Pakpak dan menjadi Suku Pakpak. Mereka menjadi “Situkak Rube”, Sipungkah Kuta, dan Sukut Nitalun di tanah Pakpak.

Sebagian lagi pergi merantau ke daerah lain, membentuk komunitas baru. Mereka mengetahui bahwa asalnya adalah dari daerah Pakpak dan mengaku bahwa Pakpak adalah sukunya, namun sudah menjadi marga di suku lain.

Menurut cerita, nenek moyang dari Suku Pakpak adalah si Kada dan si Lona dari India Selatan. Mereka pergi merantau meninggalkan kampungnya dan terdampar di Pantai Barus dan terus masuk hingga ke tanah Pakpak.

Dari pernikahan mereka mempunyai seorang anak yang bernama HYANG. Itulah sebabnya nama Hyang adalah nama yang dikeramatkan di Suku Pakpak. Hyang pun dewasa dan kemudian menikah dengan putri Raja Barus. Dari pernikahan mereka, lahir 7 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Adapun nama dari anak Hyang dan putri raja Barus adalah :
1. Si Haji;
2. Perbaju Bigo;
3. Ranggar Jodi;
4. Mpu Bada;
5. Raja Pako;
6. Bata;
7. Sanggir;
8. Suari (anak perempuan).

Pada urutan ke empat terdapat nama Mpu Bada, Mpu Bada adalah yang terbesar di antara saudara-saudaranya yang lain, bahkan dari pihak suku Toba pun kadangkala mengklaim bahwa Mpu Bada adalah keturunan dari Parna dari Marga Sigalingging.

Si anak Sulung, yaitu Si Haji mempunyai kerajaan di Banua Harhar, yang saat ini dikenal dengan Hulu Lae Kombih, Kecamatan Siempat Rube Kabupaten Pakpak Bharat Turunannya Padang,Berutu, Solin. Perbaju Bigo pergi ke arah timur dan membentuk kerajaan SIMBELLO di Silaan, yang saat ini dikenal dengan Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu.

Ranggar Jodi pergi ke arah utara dan membentuk kerajaan yang bertempat di Buku Tinambun dengan nama kerajaan JODI BUAH LEUH dan NANTAMPUK MAS, saat ini masuk ke dalam Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe. Mpu Bada pergi ke arah barat melintasi Lae Cinendang dan tinggal di Mpung Simbentar Baju turunannya Manik, Beringin,Tendang, Banurea, Gajah, Berasa.

Raja Pako pergi ke arah timur laut membentuk Kerajaan Siraja Pako dan bermukim di Sicike-cike turunannya si pitu marga Ujung, Angkat, Bintang, Capah, Sinamo, Kudadiri, Gajah manik. Bata pergi ke arah Selatan dan menikah, kemudian hanya mempunyai seorang anak perempuan yang menikah dengan Putra keturunan Tuan Nahkoda Raja.

Dari pernikahan ini menurunkan marga Tinambunan, Tumangger, Maharaja, Turuten, Pinayungen dan Anakampun. Sanggir pergi ke arah Selatan tapi lebih jauh dari Bata dan membentuk kerajaan di sana, dipercaya menjadi nenek moyang marga Meka dan Mungkur. Sedangkah yang perempuan yaitu Suari menikah dengan Putra Raja Barus dan mempunyai anak, yaitu : Permencuari yang kemudian menurunkan marga Boangmanalu dan Bancin.

PERSEBARAN ORANG PAKPAK
Wilayah suku Pakpak dapat dibagi menjadi 5 kelompok berdasarkan wilayah komunitas marga dan dialek bahasanya, yaitu : (Berutu dan Nurani, 2007:3-4)

Pakpak Simsim, yaitu orang Pakpak yang menetap dan memiliki hak ulayat di daerah Simsim. Terdiri dari marga Berutu, Sinamo, Padang, Solin, Banurea, Boangmanalu, Cibro, Sitakar dan lain-lain. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, kini termasuk dalam wilayah Kabupaten Pakpak Bharat.

Pakpak Keppas, yaitu orang Pakpak yang menetap dan berdialek Keppas. Antara lain marga Ujung, Bintang, Bako, Maha dan lain-lain. Ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Dairi.

Pakpak Pegagan, yaitu orang Pakpak yang berasal dan berdialek Pegagan, antara lain marga Lingga, Mataniari, Maibang, Manik, Sikettang dan lain-lain, termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir Kabupaten Dairi.

Pakpak Kelasen, yaitu orang Pakpak yang berasal dari dan berdialek Kelasen. Antara lain marga Tumangger, Siketang, Tinambunan, Anakampun, Kesogihen, Maharaja, Meka, Berasa dan lain-lain. Termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Parlilitan dan Kecamatan Pakkat (Kabupaten Humbang Hasundutan), serta Kecamatan Barus (Kabupaten Tapanuli Tengah).

Pakpak Boang, yaitu orang Pakpak yang berasal dan berdialek Boang, antara lain marga Saraan, Sambo, Penarik dan lain-lain. Termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Meskipun para Antropolog memasukkan suku Pakpak ke dalam salah satu Subetnis Batak, sebagaimana suku Mandailing, Karo, Toba, dan Simalungun. Namun, suku Pakpak mempunyai versi tersendiri tentang asal-usul dan jati dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut sumber-sumber tutur menyebutkan antara lain (Sinuhaji dan Hasanuddin, 1999/2000:16) :

Keberadaan orang-orang Simbello, Simbacang,Siratak dan Purbaji yang dianggap telah mendiami daerah Pakpak sebelum kedatangan orang-orang Pakpak;
Penduduk awal daerah Pakpak adalah orang-orang yang bernama Simargaru,Simorgarorgar,Sirumumpur, Silimbiu, Similang-ilang dan Purbaji.

Dalam Lapihen/Laklak (buku berbahan kulit kayu) disebutkan penduduk pertama daerah Pakpak adalah pendatang dari India yang memakai rakit kayu besar yang terdampar di Barus.
Persebaran orang Pakpak Boang dari daerah Aceh Singkil ke daerah Simsim, Keppas, dan Pegagan.

Terdamparnya armada dari India Selatan di pesisir barat Sumatera, tepatnya di Barus yang kemudian berasimilasi dengan penduduk setempat.

Berdasarkan sumber tutur serta sejumlah nama marga yang ada di Suku Pakpak yang mengandung ke India-an seperti marga Lingga, Maha dan Maharaja, boleh jadi di masa lalu memang pernah terjadi kontak antara penduduk pribumi Pakpak dengan para pendatang dari India. Jejak kontak itu tentunya tidak hanya dibuktikan lewat dua hal tersebut, dibutuhkan data lain yang lebih kuat mendukung dugaan tadi. Oleh karena itu pengamatan terhadap produk-produk budaya baik yang tangible maupun intangible diperlukan untuk memaparkan fakta adanya kontak tersebut.

ADAT PAKPAK

Adat pakpak sifat nya dua macam (1):Ngkerja bagak(2)Ngkerja njahat

1:Ngkerja Bagak :kerja /pesta perkawinan dan adat nya terbagi 7 macam
yaitu:
*Merkata sipitu
*Merbayo
*Sohom-sohom
*Menoh kela
*Memelat soki
*Menada bunga rambu rambu
*Maing pertabar(pesakat mabruna kalon

2:Ngkerja Njahat:yg di sebut adad tentang akhir kematian adatnya ada 3 macam yaitu:
*Males bulung simbernaik
*Males bulung sampula
*Males bulung ni buluh
dengan tingkat kemampuan dan usia yg meningggal dunia yg di namakan bahasa ada yaitu
1.Tingkat membayar lemba berati yg meninggal sudah scayur ntua
2.Bura bura cipako berati yg meninggal sudah berumah tangga
3.Bura bura koning berati yg meninggal di bawah umur org dewasa.

MENGENAI PELAKSANAN ADAT
Kata kunci dalam bahasa pakpak
*Mengido sodip mendahi puang
*Mengido gegoh mendahi berru
*Mengido pengurupi mendahi dedahen dengan se beltek
*Memerre serbeb mendahi pertua/orang tua

ADAT PERKAWINAN/MAHAN UTANG
Memereken simpihir pihir berupa, mas, perak ,kepeng secukupnya tapi olesnya harus lima
-Oles inang berru -oles culkkai -oles penatum -oles lemlem nakan-oles peraleng. inilah merupakan kewajipan dari pihak laki laki yg harus di berikan ke pihak perempuan/si per brru/puang.
Setelah pihak perempuan menerima kewajiban dari pihak laki laki maka pihak perempuan wajip pula memberikan yaitu:
-Nakan penjalon -penjukuti mersendihi – belagen 3 – kembal 12 – selampis baka 24 nama/glar, belagen peramak, belagen dabuhen/tabir,dinding ulu/tutup takal. Ramuan pelengkap nya yg mempunyai makna tersendiri di tambah dengannditak, dohomen pinahpah, lemang/ tinembu, galuh tasak, tebbu merlepak dengan beras simperbean.

ADAT NJHAHAT(KEPATEN)
Yang wajib dihadapi puang yaitu:
puang bona, puang pengamaki, puang lebbe, puang bial disebut sampe ke pembayaran lemba. Berikutnya di berikan oles 3 lembar namanya oles sintaken, oles tatakenken, oles baubau, di tambah simpihir pihir/mas kepeng manoh manoh/kenagen yang sipat nya misalnya kebun, sawah atau seluas tanah dan pokok tanaman durian petai, kelapa ,dll.
sipuang rasa berkewajipan memberi pihak berru yaitu:
memereken nakan pengambat,memereken nakan persirangen,memereken nakan ariari tendi ket ieket jari kikambal kambirang pake bengkuang/bahan untuk baka. Yang bermakna supaya mpihir mo tendi ket mambal sindanggel, dan di berikan beras pengkicik simpihir tendi nakan tsb tidak terlepas dari merangkap kambing, ayam.

MENGENAI BUDAYA PAKPAK
Budaya pakpak terbagi 3 macam yaitu
(A)Budaya marga (B) Budaya lebbuh (C) Budaya jabu

A)Budaya marga disebut pelaksanaan nya mendangger uruk yg harus menghadirkan perisang isang, pertulan tengah, damper ekur ekur, puang, bru, sicibal baleng.
di promotori oleh sipantes ndiase, si gedang radumen deket si baso.
hal tersebut dinamakan pesta budaya sulang silima (marga tertentu)
B)Budaya lebbuh serupa diatas tapi sifat nya satu lebuh yg di sebut sada kuta
C)budaya jabu/perjabujabu serupadiatas sifat nya perorangan atau keluarga.
SECARA UMUM A.B.C. masing masing budaya seni yg sama.
Odong -dong,nagen atau nyanyian tangis milangi dan mempunyai oning oningen misal nya genderang, gung, klondang, sordam, kecapi, lobat, taratoa, sagasaga, genggong, kettuk.

ADAT STUKTUR SOSIAL PAKPAK( FALSAFAH)

Adat dan struktur sosial kekerabatan Suku Pakpak yang disebut Sulang Silima, terdiri dari lima unsur yaitu

Perisang-isang (Sinina pertama: anak sulung, kerabat semarga keturunan atau generasi tertua)

Pertulan-tengah (Sinina kedua: anak tengah, kerabat semarga keturunan atau generasi yang ditengah)

Perekur-ekur (Sinina bungsu: anak bungsu, kerabat semarga keturunan terbungsu)

Perpunca Ndiadep / Puang Kula-kula,pengituai,pemerintah(kerabat pemberi gadis)

Perbetekken / Berru,Sukut nitulan (kerabat penerima gadis)

MAKANAN DALAM KHAS BUDAYA PAKPAK
Peleng, Ginaruncor, Nditak, Tinembu, Lemang, Pianahpah , Ginustung,  Nakan pagit /Nakan simalum malum, nakan serbeb, nakan luah, nakan pengambat.nakan ari-ari tendi, memere ndirabaren.

MEJAN SUKU PAKPAK

Mejan merupakan peninggalan purbakala yang ditemukan di Tanah Pakpak berupa patung-patung yang diukir dari batu. Patung-patung ini berbentuk orang mengendarai binatang seperti: gajah, kuda, atau harimau. Mejan adalah suatu simbol kebanggaan dan kemashyuran bagi masyarakat Pakpak, karena diyakini bahwa patung-patung tersebut mengandung unsur mistik tersendiri. Selain mengandung nilai budaya yang tinggi, mejan ini juga merupakan lambang kebesaran marga Pakpak atau masyarakat Pakpak.

Secara khusus masyarakat Pakpak memaknai mejan sebagai simbol kepahlawanan. Pemahat yang membuat mejan ini adalah para pertaki dan mereka inilah pemilik mejan sekaligus pande tukang. Pembuatan mejan ini dahulu memakan waktu yang cukup lama disertai dengan mantra-mantra untuk mengisinya dengan roh yang biasa disebut masyarakat Pakpak dengan nangguru yang mengisi batu mejan. Itulah sebabnya mejan diyakini memiliki kekuatan gaib dan para pertaki inilah yang memiliki kualifikasi membuatnya.

Warga yang memiliki mejan dahulu kala merupakan orang berada, karena dalam pembuatannya membutuhkan biaya yang lumayan besar dan memakan waktu lama juga. Selain itu, untuk pembuatan mejan ini tidak sembarangan, karena dalam pembuatannya harus mengikuti banyak ritual sebagai syarat-syarat yang harus dipenuhi agar mejan tersebut nantinya memiliki kekuatan mistik. Setelah rampung patung ini ditempatkan di  gerbang kampung sebagai  penangkal bala sekaligus penanda kekuasaan marga selaku pemangku kuta, yaitu pendiri kampung.

Pada zaman dulu, mejan berfungsi sebagai benteng pertahanan terhadap musuh yang akan masuk ke suatu daerah atau kampung. Konon, mejan dapat bersuara pada zaman dulu bila musuh datang memasuki kampung atau bila suatu kampung akan mengalami suatu kejadian. Suara ini diyakini berasal dari nangguru yang berdiam di dalam batu mejan tersebut. Nangguru yang tinggal di batu Mejan  dipercaya adalah roh nenek moyang yang dipanggil melalui suatu ritual. Di situlah letak sifat mistik daripada mejan yang telah disinggung sebelumnya (berbagai sumber).

1.Pengaruh  Tamil dalam Masyarakat Pakpak

Patung Mejan yang masih ada ditemukan sekarang ini diperkirakan berumur 400–900 tahun. Menurut hasil penelitian para arkeolog yang pernah melakukan riset di daerah Pakpak Bharat, keberadaan mejan tidak terlepas dari pengaruh Hindu yang juga identik dengan budaya patungnya. Bentuk patung seperti gajah dan angsa adalah hasil kontak mereka dengan para pendatang dari India. Bentuk seperti patung angsa yang berfungsi sebagai tutup batu pertulenan (penyimpanan abu jenazah) sebenarnya tidak lain adalah hasil interpretasi Pakpak terhadap ikonografi Hindu yang dikawinkan dengan bentuk mejan yang telah ada sebelumnya, sebagai simbol kendaraan arwah (Soedewo, 2008:1-10).

Masuknya unsur-unsur budaya Hindu – Tamil ke dalam budaya Pakpak dimungkinkan oleh adanya kontak kedua budaya tersebut. Tempat yang paling memungkinkan terjadinya kontak itu di masa lalu adalah Barus, yang bukti-bukti sejarah maupun arkeologisnya menunjukkan tempat ini pernah berjaya sebagai bandar internasional. Para pedagang Tamil dari India mendatangi Barus untuk membeli kapur barus yang dihasilkan di daerah Pegunungan Bukit Barisan yang menjadi tempat tinggal orang-orang Pakpak (Basarsyah, 2009:1-3; Soedewo, 2008:1-10).

Bukti kehadiran orang-orang Tamil dari India adalah Prasasti Lobu Tua, yang ditemukan di Barus. Prasasti berangka tahun 1010 Saka (1088 M) ini dikeluarkan oleh suatu serikat dagang yang bernama Ayyāvole 500 (Perkumpulan 500) (Sastri,1932:326 dan Subbarayalu,2002:24). Prasasti dengan tulisan Tamil ini ditemukan oleh pejabat Belanda GJJ Deutz tahun 1872. Setelah diterjemahkan oleh Prof. Dr. KA Nilakanda dari Universitas Madras India pada tahun 1931, menurutnya perkumpulan dagang etnik Tamil tersebut memiliki pasukan keamanan, aturan perdagangan dan ketentuan lainnya. Anggotanya terdiri dari berbagai aliran Brahmana, Wisnu, Mulabhadra dan lain-lain. Berdasarkan penggalian arkeologi yang dilakukan oleh Daniel Perret bersama tim dari Ecole Francaise d Extreme-Orient (EFEO) membuktikan bahwa pada abad ke-8 sampai ke-12 di Lobu Tua, Barus telah terdapat perkampungan multi-etnik terdiri dari etnik Tamil, Cina, Arab dan sebagainya (Kumar, 2011:1).

Barus, yang merupakan bandar niaga internasional di masa lalu tidak jauh dari Kelasan, yang berada di pegunungan Bukit Barisan dan dulu menjadi persinggahan para pedagang yang datang dari Kailasem di pegunungan Himalaya, India. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin bahwa penduduk Kelasan yang sekarang dikenal sebagai salah satu suak di Tanah Pakpak adalah keturunan dari hasil percampuran mereka. Orang-orang Tamil ini juga masuk terutama ke daerah Simsim dan Boang. Inilah yang menyebabkan adanya anggapan  bahwa orang Pakpak berasal dari India. Apalagi di lapihen laklak Pakpak (buku laklak dari kulit kayu) ada tertulis “Enmo tambo si Sewu si roh Indiha nari arap-arapen kayu mbellen soh mi Barus” (inilah tambo si Sewu yang datang dari India dengan memakai rakit kayu besar sampai ke Barus).

2.Keberadaan Mejan Kini

Mejan tetap masih ada ditemukan di wilayah Tanah Pakpak meskipun sudah lumayan banyak juga yang hilang dicuri orang. Setidaknya di daerah seperti Tungtung Batu,  Berampu, Bangun, Tinada, Kerajaan, Kuta Nangka, Kuta Deleng, Kuta Kersik, Penanggalan, Lebuh Simangun, Lebuh Nusa, Ronding, Sibande, dan Kaban Tengah patung ini masih ada sampai sekarang.Di luar Dairi dan Pakpak Bharat ada juga  di daerah Parlilitan, Humbang Hasundutan (berbagai sumber).

Menurut data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pakpak Bharat bahwa mejan tersebut ada di daerah sebagai berikut: Mejan Berutu Kuta Ujung dan Mejan Kesogihen di Pardomuan. Mejan Berutu Ulu Merah  dan Mejan Berutu Tandak  di Ulu Merah,  Mejan Berutu Kuta Kersik dan Mejan Marga Sinamo di Silimakuta, Mejan Bancin Penanggalan Jehe  di Boang, Mejan Boangmanalu  di Boangmanalu, Mejan Manik Arituntun dan Mejan Manik Aornakan Tao di Aornakan, Mejan Manik Lagan dan Mejan Manik Gaman serta Mejan Gajah  di Simerpara, Mejan Manik Kecupak di Kecupak I, Mejan Sanggar dan Mejan Pandua di Pangindar, Mejan Marga Sinamo Siantar Julu di Perongil, Mejan Padang di Jambu,Mejan Padang Kuta Babo di Kuta Babo, Mejan Solin Lae Meang di Mahala, Mejan Solin Tamba di Majanggut II, Mejan Solin Kuta Delleng dan Mejan Tinendung di Sukarame.

Mejan, sebagaimana telah dikemukakan di atas, adalah kekayaan budaya Pakpak, sehingga perlu dijaga dan dipelihara dari usaha-usaha pencurian dan perusakan. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menjaga dan memelihara mejan-mejan yang masih tersisa.

Pengelolaan Lingkungan Pada Masyarakat Pakpak

Hasil-hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa masyarakat Pakpak memiliki sejumlah nilai budaya, pengetahuan, aturan, kepercayaan, tabu, sanksi, upacara dan perilaku budaya yang arif dalam pengelolaan lingkunan. Usman Pelly (1987: 269) menyatakan bahwa masyarakat Pakpak sangat menghargai alam dengan adanya tabu-tabuyang selalu dipatuhi. Lebih lanjut Zuraida dkk, (1992) menyatakan bahwa orang Pakpak memiliki aturan-aturan dalam menjaga konservasi alam. Kedua ahli ini belum menjelaskan secara eksplisit tabu-tabu dan aturan-aturan yang kondusif terhadap konservasi alam.

Penelitian lebih lanjut  membuktikan pernyataan kedua ahli tersebut. Kearifan dalam konservasi alam tersebut terjadi dalam berhubungan dengan alam. Ada yang disadari dan ada pula yang tidak disadari oleh masyarakat Pakpak yang terkandung dalam sejumlah nilai, aturan, tabu dan upacara terutama kegiatan yang berhubungan langsung dengan alamseperti dalam sistem ladang berpindah, mencari damar, berburu, dan meramu dan pengelolaan hutan kemenyaan.

Selain itu berhubungan dengan kepercayaan tradisional di setiap lebuh dan kuta ditemukan atau dikenal adanya area-area yang pantang untuk di ganggu unsur biotik dan abiotik yang ada di dalamnya karena dianggap mempunyai kekuatan gaib antara lain: rabag, gua, daerah pinggiran sungai dan jenis-jenis pohon dan binatang tertentu yang dianggap memiliki mana. Jenis tumbuhan tersebut misalnya pohon ara, Simbernaik (sejenis pohon penyubur tanah). Jenis binatang yang jarang diganggu isalnya monyet, kera dan harimau.

Pada awalnya tempat-tempat tersebut dijadikan sebagai tempat persembahan terhadap kekuatan gaib namun saat ini walaupun umumnya mereka telah menganut agama-agama besar seperti Islam dan Kristen, tetap dianggap keramat dan mempunyai kekuatan sehingga kalau diganggu dapat berakibat terhadap keselamatan baik secara langsung maupun tidak langsung. ( IP/PM/WARTA SIDIKALANG/

Ulasan


Catatan Popular

HARTA PENINGGALAN ZAMAN KERAJAAN NUSANTARA

SEJARAH BATAK ANGKOLA TAPSEL

Perkebunan Sawit Merampas Hak Ulayat dan Monopoli Tanah

Sumut Bermartabat dapat Ditempa melalui Shalat

MAYAT DAN BAWAAN KORBAN KM SINAR BANGUN

TRAGEDI MAYAT KORBAN KM SINAR BANGUN

ASN Pemprov Sumut Gunakan e-Absensi Mulai 1 November 2018

GEMPA NTB